Asuransi dalam transaksi elektronik melalui internet
(e-commerce) dalam prespektif Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
Oleh :
FREDERIC HAMONANGAN TUMANGGOR
FREDERIC HAMONANGAN TUMANGGOR
Pasal 246 menyebutkan bahwa Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu
kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Dari definisi tersebut, kita dapat mengambil
3 unsur tentang pengertian asuransi yaitu :
a. Terdapat suatu kerugian akibat adanya suatu kehilangan, kerusakan,
atau tidak mendapatkan keuntungan yang diharapkan
akibat dari suatu peristiwa yang
tidak pasti terjadi. b. Pihak
tertanggung berjanji membayar uang premi kepada pihak penanggung sekaligus atau dengan angsuran. c. Pihak penanggung berjanji akan membayar
sejumlah uang kepada tertanggung,
sekaligus atau secara angsuran jika terjadi / terlaksana unsur pada
point a.4
Dari pengertian
diatas, dapat kita ketahui bahwa transaksi jual beli elektronik atau e-commerce
merupakan obyek asuransi, karena segala kegiatan didalam transaksi elektronik
atau e-commerce, dapat menimbulkan
kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan bagi para
pihak yang ada didalamnya. Asuransi dalam transaksi elektronik ini kita kenal
sebagai cyber assurance. Apabila kita
analisis dari pihak-pihak yang terlibat di dalam transaksi e- commerce yang
antara lain : pembeli, penjual (merchant), issuer, acquirer, dan lembaga
otoritas sertifikat (LOS), sesungguhnya pihak yang paling bertanggung jawab
atas adanya kerugian didalam transaksi electronic (e-commerce) adalah lembaga
otoritas
4 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Bandung, Penerbit
PT Intermasa,1987, hal 1
sertifikat (LOS) yang berperan sebagai pengaman transaksi
elektronik, karena pihak perusahaan e-commerce akan menyerahkan keamanan
websitenya kepada Lembaga Otoritas Sertifikat (LOS) untuk dapat memberikan
perlindungan penuh terhadap website e-commerce yang dimilikinya dari serangan
para cybercrime. Hal inilah yang pada
akhirnya menyebabkan Lembaga Otoritas Sertifikat (LOS) mengalihkan resiko yang
ia emban kepada pihak perusahaan asuransi, dengan perjanjian asuransi antara
pihak Lembaga Otoritas Sertifikat (LOS) terhadap perusahaan asuransi. Perjanjian asuransi antara lembaga otoritas
sertifikat dengan perusahaan asuransi pada dasarnya merupakan asuransi
pertanggungjawaban (liability insurance) karena yang diasuransikan adalah tanggung
jawab dari LSO akibat terbongkarnya pengamanan dalam e-commerce yang
menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian. Kewajiban penanggung memberikan penggantian
kepada tertanggung yaitu pemberian ganti rugi. Ganti rugi oleh penanggung dalam
asuransi e-commerce diberikan bila tertanggung mengalami peristiwa di mana
tertanggung gagal melaksanakan jasa profesinya atau oleh siapapun tertanggung
dianggap bertanggung jawab secara hukum atas jasa Dalam secure electronic transaction objek
yang dimaksud adalah kunci kriptografi yang memiliki kemungkinan untuk dicuri.
Apabila dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 256 KUHD tentang
polis asuransi, maka perjanjian asuransi antara pihak lembaga otoritas
sertifikat dengan perusahaan asuransi harus menyatakan:5 1. hari dibuatnya
asuransi; 2. nama orang yang menutup asuransi atas tanggungan sendiri atau atas
tanggungan orang ketiga; 3. suatu uraian
yang cukup jelas mengenai benda yang dipertanggungkan; 4. jumlah uang untuk
berapa diadakan asuransi; 5. bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung;
5 Elisatris Gultom, Perlindungan Transaksi Elektronic ( e-commerce )
Melalui Lembaga Asuransi, Eprint Artikel Universitas Pajajaran, Bandung, 2011 hal
15
6. Saat bahaya mulai berlaku untuk tanggungan penanggung dan
saat berakhirnya bahaya dimaksud; 7. Premi asuransi tersebut; dan Jumlah premi
asuransi tergantung pada objek yang diasuransikan. 8. Pada umumnya, semua keadaan yang kiranya
penting bagi penanggung untuk diketahuinya dan segala syarat yang diperjanjikan
antara para pihak.
Kesimpulan :
1. Bagi perusahaan
penyedia jasa e-commerce, hendaknya mempercayakan perlindungan website miliknya
kepada Lembaga Ortoritas Sertifikat (LOS) yang dapat menjamin keamanan website
e-commerce dari segala bentuk kejahatan dunia maya ( cybercrime ). Lembaga
Ortoritas Sertifikat (LOS) ini sesungguhnya sangat rentan terhadap kerugian,
karena keamanan suatu website e-commerce merupakan tanggung jawab LOS. Sehingga
menurut penulis, untuk mengurai resiko kerugian yang terjadi, hendaknya Lembaga
Ortoritas Sertifikat (LOS) juga mengasuransikan resikonya kepada perusahaan
asuransi, sehingga terjadi pengalihan resiko dari Lembaga Ortoritas Sertifikat
(LOS) kepada perusahaan asuransi. 2.
Bagi Pemerintah, perkembangan teknologi informasi telah melahirkan model
transaksi baru dalam dunia perdagangan dan hal ini juga akan menimbulkan sengketa
baru dalam transaksi bisnis e-commerce. Menurut penulis, pemerintah hendaknya
melakukan revisi peraturan perundang-undangan tentang asuransi yaitu
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Pengasuransian, yang seharusnya
terdapat bab khusus, yang dapat memberikan pengaturan jelas mengenai asuransi
dalam transaksi bisnis e-commerce ( cyber insurance ) , sehingga para pihak
yang secara langsung berhubungan dengan hal ini, misalnya Bank, Lembaga
Penyedia Layanan e-commerce, Lembaga Otoritas Sertifikat, serta konsumen yang
biasa bertransaksi lewat dunia maya, akan mendapatkan kepastian hukum, sehingga
tujuan hukum yang sebenarnya dapat terrealisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar