Minggu, 03 April 2011

babab 7 manusia dan keadilan (artikel dan opini terkait )

Keadilan, adalah satu kata yang secara latent dikhianati oleh para Elit (politisi & Pemerintah) dan kata kunci yang paling lemah disadari-difahami oleh sebagian besar rakyat, termasuk generasi muda, untuk diyakini sebagai hak-hak mendasar yang harus diperjuangkan, diperoleh dan dirasakan demi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Keadilan dalam masa Orde Baru – telah digeser oleh azas Pertumbuhan yang ternyata lebih besar menghasilkan konglomerat–koruptor -perampok yang menyengsarakan rakyat. Kini, keadilan juga mengalami nasib lebih buruk, selain diingkari aspek pemihakan-pemerataan sosial-ekonomi, rakyat (petani, nelayan & pedagang) dibiarkan bertarung bebas dengan kekuatan global internasional. Nasib sial seolah menjadi milik Rakyat, sudah jatuh ketiban tangga. Kata rakyat bahkan telah diolah secara trendy oleh PDIP dengan kata Wong Cilik ~ yang menjadi trade-mark dalam jargon kampanye PDIP yang seolah memihak rakyat. Akibatnya, dengan pengingkaran keadilan dalam masa Pemerintahan Megawaty, wong cilik makin kerdil, makin miskin, makin hina dan makin lemah baik fisik maupun mental.

Sejak 1998 saat akhir Pemerintahan Soeharto, hingga Megawati, keadilan harus dikorbankan oleh segerbong agenda untuk penyelesaian masalah kronis bangsa-negara: yakni membayar utang, privatisasi, prestasi mengejar pemasukan negara, memelihara momentum pertumbuhan, pengurangan campur tangan Pemerintah (Liberalisasi), menjaga stabilitas nilia tukar Rupiah dlsb. Pengingkaran keadilan yang sangat luar biasa menyolok adalah :

¨ Alokasi & distribusi dana BLBI, Kredit program Pemerintah dan Proyek-2 APBN, proyek-2 BUMN yang sebagian besar untuk pengusaha besar. Setelah macetpun, pengusaha besar memperoleh keringanan dan pengampunan,

¨ Sedang alokasi & distribusi BLBI dan Kredit Program serta APBN untuk sektor kecil-menengah tidak mencapai 20%. Setelah macet, tidak ada keringanan dan dipaksa asset (yang berupa rumah tinggal) disita dan dilelang.

Mempelajari pengalaman perjalanan pembangunan selama 38 tahun terakhir, kita-rakyat harus mampu mengelola, mengorganisir diri dan memperjuangkan paradigma pembangunan yang bekeadilan – yang memihak rakyat mayoritas Indonesia. Oleh karenanya, kita harus mampu mengkoreksi kesalahan dan manipulasi dasar pemikiran paradigma pembangunan yang ada yang dapat diuraikan dalam penjelasan berikut :

*Penulis adlah Direktur Lembaga Studi Demokrasi & Peradaban (LSDP), alumni FEUI-Studi Pembangunan 1980


sumber artikel :http://iluni.or.id/hal/berita/detail/386/visioner_neo_kolonialisme_peradaban_.html



kesimpulan : manusia sangat lemaah dengan yang namanya keadilan , keadilan telah membuat harga diri manusia terhina-hina dan terinjak2 . Kadang keadilan hilang karna suatu ke egoisan semata . keegoisan antara manusia dan manusia hanya menjatuhkan martabat dan harga diri manusia saja . meskipun demikian kita rakyat indonesia mempunyai undang-undang kewarganegaraan yang menjujung tinggi keadilan , dengan ditambahkan di sila ke 5 dalam pancasila , yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab . Hancur,musnah dan hilangkarna perubahan jiwa rakyat yang merasa SELALU benar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar